Tersembunyi di lembah-lembah kering dan jalur pegunungan Maroko yang terpencil, terdapat sebuah desa kecil bernama Aita El Fokhar—sebuah nama yang mungkin belum dikenal dunia, namun menyimpan jejak waktu yang hidup dan bernapas melalui tanahnya, orang-orangnya, dan kerajinannya.
“The Land of Aita El Fokhar: A Journey Through Time” bukan hanya kisah tempat, melainkan perjalanan melintasi masa lalu, tradisi, dan kekuatan budaya yang bertahan di tengah arus zaman.
Jejak Tanah yang Bicara
Tanah di Aita El Fokhar bukan sekadar lahan—ia adalah penyimpan sejarah. Di setiap butir debu, terdapat sisa-sisa zaman kuno. Di antara bebatuan dan jalur kaki, masih terasa langkah-langkah para nenek moyang yang membentuk kehidupan desa ini dengan tangan mereka sendiri.
Melalui seni tembikar, desa ini menyampaikan pesan dari masa lalu. Teknik-teknik pembuatan tembikar yang digunakan oleh para perempuan desa hingga hari ini dipercaya berasal dari berabad-abad lalu, bahkan sebelum masa kolonial. Tanpa mesin atau teknologi modern, mereka menciptakan wadah, kendi, dan ukiran yang mencerminkan warisan spiritual dan sosial yang mendalam.
Waktu yang Bergerak Pelan
Berjalan di Aita El Fokhar seolah memasuki lorong waktu. Ritme hidup di sini tidak dikendalikan oleh jam digital, tetapi oleh matahari dan musim. Pagi hari dimulai dengan aroma roti yang dibakar di tungku tanah, dan siang diisi dengan aktivitas kerajinan, bercocok tanam, atau berkumpul bersama tetangga di bawah pohon zaitun tua.
Para tetua duduk di beranda rumah, mengenang cerita tentang masa kolonial, kekeringan panjang, dan perlawanan diam-diam perempuan yang menjaga budaya mereka tetap hidup. Tidak ada catatan tertulis, tetapi sejarah hidup dalam ingatan dan cerita lisan yang diwariskan dengan hati-hati.
Tradisi yang Tak Tergantikan
Meski dunia luar terus berubah, Aita El Fokhar tetap setia pada jati dirinya. Tradisi bukan hal kuno yang ditinggalkan, tapi identitas yang terus dikenakan dengan bangga. Kaum perempuan di desa ini tidak hanya pengrajin, tetapi juga pelestari budaya dan pendidikan informal generasi muda.
Kini, beberapa perubahan perlahan terjadi. Beberapa pengrajin mulai memasarkan tembikar secara daring, sementara generasi muda mencari cara untuk memadukan teknik kuno dengan desain kontemporer. Namun di balik semua itu, satu hal tetap: jiwa desa ini tertambat kuat pada akar waktu.